Kebutuhan Pupuk Perkebunan “Besar”, Lengkapi Legalitas

 https://cdn.mos.cms.futurecdn.net/DwWS6yh5FBoii4twVTCW4R.jpg

Kebutuhan pupuk untuk tanaman perkebunan cukup besar. Misalnya saja untuk kelapa sawit dengan luasan 16 juta ha, dengan asumsi kebutuhan pupuk 1 ton/ha saja diporelah total kebutuhan 16 juta ton. Dengan harga Rp. 9.000/kg maka diperoleh nilai transaksi 144 Milyar setiap tahunnya. Sementara itu luasan komoditas lain juga cukup luas. Kakao 1,1 juta ha, kelapa 3 juta ha dan tebu 700.000 ha.

Adapun jenis pupuk yang dibutuhkan antara lain pupuk tunggal seperti urea, SP36, KCL atau NPK. Selain itu juga ada trand peningkatan pupuk organik dan pembenah tanah. Jadi ini adalah potensi pasar yang cukup besar.

Lalu bagaimana cara meraup keuntungan dari bisnis pupuk di komoditas perkebunan?

Pertama, urus izin edar pupuk dan SNI. Peraturan pemerintah mensyaratkan semua pupuk yang beredar di masyarakta harus teregistrasi di Kementerian Pertanian dan pupuk NPK wajib SNI. Tentu pengurusan legalitas ini membutuhkan biaya dan waktu. Namun melihat potensi pasar yang besar tentu sebanding dengan investasi yang dikeluarkan.

Kedua, mendaftar ke ekatalog. Jika ingin mengakses program pemerintah maka mau tidak mau harus mendaftar di ekatalog LPKK. Sehingga nanti dapat dilibatkan dalam program pengadaan pemerintah baik melalui APBN, atau APBD

Ketiga, lakukan demplot dengan produk spesifik. Jika ingin menyasar pasar perkebunan kelapa sawit maka produsen pupuk perlu melakukan pengujian pada komoditas kelapa sawit untuk mendapatkan dampak terhadap produktivitas. Selain itu juga perlu melakukan uji coba di daerah perkebunan dari target pasar.

Keempat, buat sistem kerjasama yang menarik. Selain produk yang berkualitas keberhasilan produsen pupuk juga pada sistem layanan dan kerjasama. Sistem discound kepada distributor, kelonggaran dalam pembayaran dan adanya pendampingan tenaga agronomis menjadi strategi untuk menarik minat distributor, perusahaan dan pekebun untuk bekerjasama.

No comments:

Post a Comment